Rabu, 01 Juni 2011

PROTES

GAMAU DIPISAH KELASNYA POKOKNYA GAMAU GAMAU GAMAUUUUUUUU!

TOLONG DENGARKAN KAMI.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH!

Selasa, 31 Mei 2011

CV buat Bahasa Indonesia

Terlahir ke dunia dengan nama Nadya Rachmathiyah dan biasa dipanggil Nadya atau dengan inisial namanya, NR. Bukan orang Kalimantan tetapi lahir di Kota Balikpapan, sebelah timur Pulau Kalimantan pada tanggal 3 Oktober 1995. Anak pertama dari dua bersaudara menjadikannya kakak dari seorang adik laki-laki yang lahir 4 tahun kemudian bernama Muhammad Raihan Arrafi. Suka mendengarkan dan bercerita. Kadang menuliskan apa yang ingin dikeluarkan dalam blog. Memiliki ketertarikan di bidang seni dan segala hal yang menurutnya menyenangkan. Mempunyai banyak cita-cita, diantaranya ingin menjadi arsitek, dokter, koki atau pengusaha. Selain travelling dan mendengarkan musik, ia juga suka berkutat di balik dan di depan kamera.

Pertama kali mengenyam bangku sekolah di TK Sandhy Putra, lalu sempat menghabiskan kelas 1 SD di Darul Hikam. Dilanjutkan selama satu setengah tahun di SDN 3 Palu, Sulawesi Tengah. Mulai kelas 3-6 SD bersekolah di SD Priangan. Lulus dan diterima di SMPN 5 Bandung, sekolah dengan sejuta kenangan dan sekarang tercatat sebagai salah satu murid angkatan 2013 di SMAN 3 Bandung.

Senin, 30 Mei 2011

Sederhana, penuh makna :')

"Kita bukan friend. Kita best friend."


-Vicky Yusvandi C.
X IPA 1



Minggu, 29 Mei 2011

MK3butes

Alhamdulillah akhirnya kemaren berhasil nonton MK3butes bareng alya salma kiput js muthi dll. Kampretnya pas dijalan mau ke DTH aku baru inget tiketnya ketinggalan di tas sekolah -_- jadi aja yang lain masuk duluan, salma nemenin aku nunggu tiket dianterin (makasih salma :*) .
Pas masuk kedalem ternyata didalem sangat sumpek dan panas, gerah minta ampun. Tapi berkat kerennya MK3 jadi worth it lahyaaa.
Gakerasa ternyata konsernya lama banget, sampe jam 11 malem. Pas istirahat aku alya salma keluar beli jajanan sama minum. Itu rejeki tukang minuman kali ya, langsung ludes dagangannya. Terus masa aqua gelas satunya jadi 1000 rupiah, dasar otak pedagang ckck.
Abis konser tadinya kita mau foto-fotoan dulu, tapi keliatannya asa paciweuh sama sesama anak MK, terus si alya udah teler berat. Terpaksa kita pulang tanpa merasakan blitz kamera terlebih dahulu, nebeng mobilnya salma :)

Selasa, 24 Mei 2011

Pengen nulis aja

Kadang di suatu waktu kita ngerasa keadaan kita yang paling menyedihkan, ngerasa ga adil. Sesuatu yang baik dan menyenangkan itu gapernah bertahan lama. Iya ga sih? Tapi bukannya hidup emang kayak gitu ya? Kata orang-orang, kayak roda yang berputar, kadang kita diatas kadang kita dibawah. kalau gitu kebaikan dan kejelekan datengnya pasti bergantian dong.

Wah kenapa aku nulis ini ya? Haha maklum lagi mahiwal

Sabtu, 21 Mei 2011

Maliq & D'Essentials - Untitled

ketika, kurasakan sudah
ada ruang di hatiku yang kau sentuh
dan ketika, ku sadari sudah
tak selalu indah cinta yang ada

mungkin memang, ku yang harus mengerti
bila ku bukan yang ingin kau miliki
salahkah ku bila
kau lah yang ada di hatiku


Selasa, 17 Mei 2011

Permintaan Tentang Meisa

Eskalator membawa Bunda, Meisa dan aku menuju lantai dua Mall Kelapa Sawit. Minggu lalu Bunda berjanji akan membelikan baju baru bila kami mendapat ranking pertama di kelas dan aku berhasil. Setelah berputar-putar tanpa kantong belanjaan satupun, akhirnya mataku tertuju pada suatu etalase toko yang memajang baju model terbaru yang selama ini aku inginkan.

“Bun! Aku mau yang ini yaaa!” kataku seraya menunjuk baju yang dimaksud. Aku mengajak Bunda masuk kedalam toko dan memesan baju tersebut kepada sang penjaga toko.

Tuh kan Bun, baju ini bagus banget, pas buat aku.” Aku berputar-putar setelah keluar dari kamar pas.

“Ih kamu kan gendut ngapain pake baju kayak gitu, ga cocok. Mending buat aku aja.” Meisa langsung menyela dengan wajah innocent nya.

“KAMU!” Aku dan Meisa langsung beradu mulut dihadapan Bunda dan si penjaga toko. Menyadari kami ditatap berpasang-pasang mata, Bunda memutuskan untuk tidak jadi membeli baju itu. Bunda menarik kami berdua keluar dari toko itu sebelum terjadi hal yang lebih memalukan lagi. Wajahku masih bersungut-sungut apalagi waktu Meisa menunjukkan wajah kasian-deh-lo nya ke aku. Dia selalu menunjukkan wajah penuh kemenangan kalau berhasil menggagalkan kebahagiaanku.

“Kenapa sih kamu gak bisa ngebiarin aku seneng dikiiiit aja?!” kataku saat perjalanan pulang dimobil.

“Kenaapa yaaa.....” Meisa menunjuk-nunjuk pipi dengan ekspresi yang so imut. Makin saja aku kesal dengannya.

“Errrrrgh!”

“Udah udah ah kalian kayak anak kecil aja. Yasudahlah ya baju kan bisa dibeli kapan-kapan, lagian di lemari kamu bajunya segunung.” Kata Bunda menengahi dengan wajahnya yang santai.

Sebenarnya punya saudara kembar itu sangat asyik. Kami bisa saling bertukar pakaian bahkan bisa menggantikan posisi satu sama lain karena kemiripan yang kami miliki. Tapi entah kenapa dalam kasusku sepertinya hal-hal yang aku sebutkan diatas adalah hal yang mustahil. Aku dan adikku, Meisa bagaikan air dan api. Kami berdua sama-sama tidak mau kalah, tidak mau mengalah. Selalu ingin jadi yang nomor satu dan yang paling banyak mendapat perhatian. Lalu....aku juga merasa bahwa Bunda lebih sayang sama Meisa.

Sesampainya di rumah aku menelepon sahabatku, Sarah.

“Sar! Kamu harus tau ya aku kesel setengah mati sama si Meisa! Dia tuh selalu aja bikin gara-gara biar aku ga bisa ngedapetin apa yang aku mau. Gak Cuma sekali Sar, sering banget!” kataku dengan emosi yang meluap-luap.

“Yaampun Meita, bosen deh setiap kamu nelepon pasti kayak gini. Ngeluh terus tentang adik kamu. Mau gimana juga dia itu adik kamu Mei, gak bisa diganggu gugat.” Sarah malah menasehati aku.

“Kamu tau kan aku orangnya gamau kalah Sar.”

Pembicaraan masih terus berlanjut di telefon saat Meisa berteriak.

“Taaaa! Udahan dong nelefonnya, kelamaan nih!”

Aku baru sadar sudah satu jam telefon rumah kupakai. Ah, Bunda juga tidak keberatan kok, kenapa Meisa yang harus mengatur aku? Tapi karena aku kakak yang baik tidak mau membebani tagihan telefon orangtua, maka aku sudahi dulu pembicaraan itu. Meisa langsung merebut gagang telefon itu dari tanganku.

“Biasa woy.” Kataku sambil berjalan menunjuk wajahnya. Akupun berjalan menuju ruang makan dan tanpa disangka aku menemukan kue tart sisa ulangtahun sepupuku.

“Eh apa-apaan itu makan kue sembarangan, aku duluan yang nemuin kok.” Kata Meisa sambil menelefon.

“Udahlah nelfon nelfon aja gausah mikirin yang lain.” Aku terus menyendok cheese cake itu di meja. Tiba-tiba ada lemparan bola bekel saat aku mau memasukkan sendok kedalam mulutku. Alhasil sendoknya terjatuh dan aku gagal makan kue itu. Kulempar lagi bola bekelnya dan mengenai hidungnya saat dia sedang tertawa terbahak-bahak. Giliran aku tertawa puas. Akhirnya dia berhasil kubuat kesal.

“Bundaaaaaaa!” Meisa berteriak manja.

“Lihat nih perbuatan Meita! Masa hidungku dilempar bola..” katanya kembali dengan wajah innocent.

“Mei, Bunda bilang jangan kayak anak kecil, kamu kan sudah besar harusnya menjaga adikmu ini.”

“Tapi Mei marah pasti ada sebabnya Bun, dan penyebabnya itu selalu Meisa!” kataku sambil menunjuk nunjuk wajah Meisa. Bunda selalu saja membela Meisa, dengan alasan aku sebagai kakaknya. Padahal kami hanya berbeda 5 menit saat lahir. Dia saja tidak pernah memanggilku dengan sebutan ‘Kakak’. Aku langsung masuk dan mengunci diri di kamar. Ini adalah puncak kekesalanku yang sudah menumpuk terlalu banyak pada Meisa. Aku memutuskan minggat ke rumah Sarah.

“Aku berharap Meisa tidak pernah ada.” Kataku sambil berlari menuju jalan raya. Ya seperti cerita-cerita di sinetron Indonesia, si pemain menyeberang jalan raya dan tiba-tiba ada mobil dari arah samping. Si pemain berteriak di tempat padahal masih mempunyai kesempatan untuk lari. Tapi itu terlalu klise.

Yang aku harapkan dan sangat inginkan saat ini adalah Meisa menghilang dari muka bumi ini. Aku berharap tidak pernah punya saudara kembar, karena walaupun aku punya, selalu makan hati. Saat akuk menyeberang jalan raya, aku menemukan uang seratus ribu ditengah jalan. “Ah lumayan buat tambahan biaya hidup.” Kataku dalam hati. Tanpa sadar aku berhenti ditengah jalan dan sebuah becak hampir menabrakku. Aku berhasil menghindarinya. Sesaat kemudian yang aku lihat hanyalah cahaya lampu mobil dan suara klakson yang sangat nyaring.

Kubuka mataku perlahan, kepalaku sedikit pusing. Aku berusaha mengenali sekitarku. Ah, ini kan rumah Sarah!

“Udah bangun ya, tadi kamu ketiduran abis cerita sama aku sambil nangis-nangis.” Kata Sarah sambil mengisi gelas dengan air putih.

“Wah masa? Cerita tentang si Meisa ya...”

“Hah Meisa? Bukan, tentang anjing kamu yang mati kemarin.” Kata Sarah seraya menuangkan sirup Maridjan.

Aku bingung. Mengapa Sarah tidak mengenali Meisa? Jelas-jelas aku selalu cerita tentang Meisa ke Sarah. Aku memang punya anjing tapi dia belum mati. Setidaknya sampai kemarin. Aku mencubit lenganku, mungkin ini mimpi di siang bolong. Terasa sakit, dan aku tidak bermimpi. Aku menampar pipiku yang menyebabkan merah di pipi bekas tanda tanganku sendiri, dan hasilnya sama. Ini kenyataan.

Kukira Sarah bercanda. Maka aku pulang lagi ke rumah dengan sedikit perasaan malu. Pasti Bunda dan Meisa akan menertawakanku karena sok-sokan mendramatisir dengan kabur dari rumah.

TING NONG Assalamualaikum, atuk, tu atuk...

Aku termasuk penggemar Upin&Ipin. Alhasil bel rumah kami pun berbunyi seperti itu.

“Eh udah pulang.” Kata Bunda dengan wajah biasa. Aku sudah menyiapkan muka tebal, berjaga-jaga kalau Meisa akan langsung mencemoohku. Nyatanya tidak seperti yang aku kira. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Meisa di rumah ini.

“Bun, Meisa mana?” kataku sambil melemparkan tas ke atas kursi. Bunda mengerinyitkan dahinya.

“Meisa siapa ah...” Bunda melanjutkan memasak. Aneh, Sarah dan Bunda pun tidak kenal Meisa. Jangan jangan ini halusinasiku semata. Aku menutup mataku lalu kubuka kembali tapi tidak ada yang berubah.

Aku melangkahkan kakiku ke lantai atas tempat kamarku dan kamar Meisa berada. Kamar Meisa masih ada disitu tapi ruangan itu seperti sudah dijadikan gudang sejak aku lahir. Aku masih bingung karena kejadian ini terjadi begitu cepat. “Jangan-jangan aku sudah gila.” Pikirku. Setelah meyakinkan diri bahwa aku masih waras, aku sadar bahwa.........keinginanku terkabul!!!

“Yuhuuuuuu....asik asik...” aku berlarian kebawah membuat Bunda kaget. Tapi aku menghiraukannya. Aku harus menikmati saat-saat seperti ini!

Keesokan harinya aku berangkat sekolah seperti biasa. Hariku di sekolah terasa lebih menyenangkan. Pulang sekolah aku tidak perlu menunggu Meisa pulang dari ekskul bandnya. Di mobil juga tidak ada alunan musik rock berisik yang biasa diputar Meisa.

Sudah seminggu sejak ‘hilangnya’ Meisa. Aku menatap ke luar jendela, memperhatikan anak-anak penjaga sekolah sedang asyik bermain bersama di bawah pohon. Tanpa sadar aku tersenyum sendiri melihat tingkah laku anak kecil itu.

“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Silakan perkenalkan dirimu di hadapan teman-temanmu.” Tiba-tiba Bu Iin, guru bagian kesiswaan masuk dan membawa seorang murid baru. Kami semua langsung memperhatikan. Murid laki-laki dengan semangat berharap murid itu seorang perempuan. Tapi wajah mereka langsung berubah lesu saat yang datang adalah seorang laki-laki.

“Perkenalkan nama saya Arya. Saya pindahan dari.......” Anak itu memperkenalkan dirinya. Yang kuingat hanya namanya, karena aku tidak begitu memperhatikannya. Setelah itu, kegiatan disekolah berjalan seperti biasa. Tiba-tiba saat istirahat di kantin Arya mengahampiriku.

“Hey kamu Meita ya?” dia bertanya sambil meneguk jus jeruk di tangannya.

“Iya, kenapa?”

“Kamu yakin kamu seneng?”

“Hah? Maksud kamu apa? Gangerti.” aku bingung dengan pertanyaannya yang tak tahu berawal dari mana. Arya hanya tersenyum tipis dan beranjak meninggalkanku. Yasudahlah, tidak penting ini. Kulanjutkan menghabiskan timbel di hadapanku dengan lahap.

Pukul 14.00 adalah saat yang dinanti-nanti semua murid. Yap, waktunya pulang sekolah. Aku sedang berjalan menuju gerbang saat kulihat Arya berbelok keluar dari gerbang sekolah. Teringat pertanyaannya yang tidak jelas padaku tadi siang, aku berniat mencegatnya.

“Arya! Arya! Woy!” sambil berlari-lari kecil aku berteriak tapi dia tidak kunjung menoleh sedikitpun.

“Dasar, punya kuping gak sih tuh orang?! Suaraku udah toa gini...” Akhirnya aku putuskan untuk bertanya besok saja. Toh kami juga kan sekelas.

*****

“Ya, aku masih bingung sama pertanyaan kamu kemaren, ujug-ujug nanya kayak gitu.” Aku menghampiri meja Arya. Dia sedang asyik mendengarkan musik melalui headset nya.

“Hm?” Katanya lempeng dan memasang headset nya kembali. Dia langsung pergi keluar kelas, entah kemana.

Kalau diperhatikan, dari kemarin dia tidak terlihat mencoba bergaul dengan siapapun. Duduk sendiri, ke kantin sendiri. Tidak pernah terlihat bersosialisasi. Hari ini juga begitu. Arya terkesan misterius. Muncul rasa ingin tahuku, aku memutuskan akan ngestalk dia pulang sekolah.

Bel pulang berbunyi. Aku buru-buru membereskan buku dan alat tulis agar tidak ketinggalan jejak Arya. Kuikuti dia kelaur gerbang sekolah dan berjalan di trotoar. Dia berjalan sendirian dengan santai. Supaya tidak ketahuan, aku bersembunyi di balik pohon-pohon di sepanjang jalan. Lama-lama dia terlihat mulai curiga. Dia menengok ke belakang, aku langsung bersembunyi di balik pohon. Dia berjalan menuju pohon tempataku bersembunyi, lalu aku bergeser dengan hati-hati. Dia mengecek di sisi kiri dan kanan pohon. Kalau dipikir-pikir seperti adegan di film-film bollywood ya. Tiba-tiba aku kehilangan jejak Arya. Dia menghilang entah kemana saat aku membetulkan tali sepatuku yang terlepas.

“Sial! Ah udah capek-capek jalan berapa kilo ini...” dengan perasaan kecewa aku pulang kerumah.

***

“Mei, aku mau ngejelasin yang kemarin.” Arya tiba-tiba menepuk pundakku dari belakang.

Aku yang sedang asyik melakukan kegiatan rutin sebelum bel masuk sekolah-menyalin PR sejarah langsung kaget.

“Tapi gak disini ya.” Arya mengisyaratkanku untuk pergi ke kantin. Aku mengikutinya saja.

“Jadi gimana?” tanyaku dengan antusias pada Arya.

“Jadi gini....tapi kamu harus percaya karena aku sama sekali tidak bercanda.” Aku mendengarkan dengan seksama.

“Kamu harus milih...mau terus dengan keadaan kayak gini atau balik lagi ke kehidupan kamu yang dulu. Yang sekarang, kehidupan gara-gara adik kamu tidak pernah dilahirkan atau yang dulu waktu kamu masih punya adik.”

Aku kaget bukan main. Tau darimana Arya tentang hal ini? Aku tidak pernah cerita sama siapapun kalau dulu aku pernah meminta agar Meisa tidak pernah dilahirkan dan sekarang terkabulkan.

“Hah tau darimana kamu?!” aku kaget sampai mendorong kursiku sendiri.

“Aku semacam...orang yang dikirim dari khayangan untuk menentukan takdir kehidupanmu.”

“Takdir kehidupan gimana maksudnya??”

“Intinya, aku hanya bertugas untuk memberikan pilihan terakhir padamu. Kalau kamu mau, kamu masih bisa mendapat kehidupanmu yang dulu. Kalau kamu bersikeras dengan kehidupanmu yang sekarang, kamu harus siap menanggung resikonya.” Arya menjelaskan dengan wajah lempeng. Kalau begitu...dia bukan manusia?

“Jadi kamu bukan orang dong...”

“Sudahlah gapenting. Yang penting sekarang kamu pilih baik-baik.”

Kalau itu benar...maka aku perlu waktu untuk memikirkan itu. Memang sih awalnya aku senang sekali dengan hilangnya Meisa. Tapi melihat anak-anak kecil yang bermain dibawah pohon tadi....aku teringat hebohnya aku dan Meisa kalau bercanda dan bertengkar. Dirasa-rasa sepi juga tanpa semua hal itu. Tapi di sisi lain, aku bahagia karena Bunda hanya sayang sama aku, tidak terbagi kepada yang lain. Karena hanya akulah anaknya. Aku taku t kehilangan kasih sayang Bunda yang utuh. Aku takut Meisa merebut semuanya lagi.

“Kalau semua ini betulan...aku minta waktu seminggu boleh?” aku berharap Arya mau mengerti.

“Hmmm seminggu kelamaan. Aku hanya bisa kasih waktu 3 hari, lagi pula hanya berpikir saja tidak nyampe seminggu. Ga betah aku disini, pengen cepet-cepet balik ke dunia khayangan.”

Dengan berat hati aku menerimanya. Semoga aku bisa memutuskan yang terbaik.

Hari pertama dari tenggat waktu yang diberikan, aku diam dirumah tidak kemana mana. Bukannya aku bolos, tapi memang hari ini hari Sabtu. Aku memikirkan dengan matang di atas kasurku. Menerawang entah kemana. Hari-hari tanpa Meisa rasanya sepi juga. Tidak ada yang bisa diajak berantem atau cekcok mulut. Tidak ada yang bisa diajak bersaing. Aku tidak bisa menyombongkan kemenanganku pada siapapun, tidak bisa mengejek kegagalan adikku itu. Kupejamkan mataku sampai akhirnya aku tertidur.

“Yasudah....aku memilihuntuk mengembalikan Meisa. Tapi bagaimana caranya?” aku duduk di hadapan Arya, di kantin. Dari kemarin kantin sedang sepi makanya kami tenang saja membicarakan hal ini.

“Caranya....kamu harus kembali ke tempat dimana hidupmu berubah.”

‘Tempat dimana hidupku berubah? Dimana coba.......’ pikirku.

Setelah berpikir keras akhirnya aku ingat saat aku hampir tertabrak saat berencana minggat dari rumah. Pulang sekolah aku menuju jalan raya di depan rumah.

“Lalu apa lagi?”

“Kamu harus ketabrak lagi dong.”

“HAH? Kamu mau bunuh aku?”

“Engga. Waktu itu kan kamu sebenernya ketabrak, dan sebelumnya kamu berharap Meisa tidak pernah ada.” Aku bergidik ngeri. Apa aku benar-benar harus melakukan ini? Sungguh tidak masuk akal. Tapi ya, semua ini memang tidak pernah masuk akal. Sambil memejamkan mata aku berjalan ke tengah jalan. Silaunya lampu mobil dan nyaringnya klakson mobil adalah hal terakhir yang aku rasakan.

Aku membuka mataku perlahan. Cahaya lampu menyilaukan mataku. Kulihat ke sekelilingku, semuanya putih bersih. Terang. Ah mungkin aku sudah di surga. Mungkin yang aku lakukan saat itu adalah suatu kebodohan.

“Ta! Kamu udah sadar??” sayup-sayup terdengar suara cempreng Meisa. Dari arah pintu masuk ternyata ada Bunda dan....Meisa!

Aku menggosok-gosok mataku takut ini semua hanya bayanganku semata. Tapi Meisa menghampiriku dan mencubit pipiku yang sedikit gembul.

“Akhirnya kakakku ini bangun juga!” Meisa tertawa kecil diikuti dengan tangisan haru Bunda. Aku tidak begitu mengerti apa yang terjadi. Mengapa aku tiba-tiba berada disini dan seakan-akan aku sudah tidur beberapa hari.

“Memangnya aku kenapa?” tanyaku pada Meisa.

“Masa gak inget? Kamu kecelakaan ketabrak mobil di tengah jalan, terus koma seminggu.” Kata Meisa dengan air mata yang menggenang di matanya.Sesungguhnya aku masih tidak begitu memahami semua ini. Tiba-tiba Meisa menghilang, dan sekarang tiba-tiba dia kembali lagi seakan tidak pernah terjadi apa-apa.

Aku langsung memeluk Meisa dengan erat. Tanpa terasa air mata mengalir di pipiku. Akhirnya kamu kembali Meisa....

Keesokan harinya dokter sudah mengizinkanku untuk pulang, katanya aku sembuh dengan ajaib, begitu cepat. Sesampainya di rumah, aku menemukan ada sepucuk surat di atas kasurku. Kubaca surat itu,begini bunyinya:

Meita, aku yakin kamu sudah mendapat kehidupanmu yang seperti dulu. Aku harap kamu sudah sadar, bahwa apa yang telah diberikan kepadamu adalah yang terbaik. Walau bagaimanapun, adikmu adalah bagian dari hidupmu juga. Kalau kau memilih kehidupanmu yang kemarin, kamu tidak akan pernah bangun lagi dari koma. Tapi kamu memilih pilihan yang tepat. Maka kau bisa bangun dari mimpi itu.

Salam

Arya

Aku kaget melihat nama penulis surat itu. Terharu sekaligus senang membaca surat itu. Ternyata selama ini yang aku alami adalah semacam ‘mimpi’ untuk menyadarkanku. Sekarang, aku merasa semua jadi lebih baik. Segalanya lebih indah ketika kita bersyukur akan apa yang kita dapatkan.